Salah satu kajian menarik tentang studi orientalis dan diskursus orientalisme adalah penelusuran terhadap sepak-terjang para orientalis dari Belanda. Sejak berdirinya Universitas Leiden pada tahun 1574 oleh penjajah Spanyol, orientalisme di Belanda dimulai dan mengeliat, kemudian disusul dengan pendirian universitas-universitas lain yang mengusung visi-misi para orientalis Belanda dan dunia, seperti Universitas Negeri Amsterdam, Universitas Katolik di Nijmegen dan Universitas di Groningen.
Selain dimotivasi oleh spirit Kristenisasi – karena Belanda berada dalam lingkup kepausan Katolik dunia –, geliat orientalisme di Belanda juga didorong oleh kebencian terhadap warisan abad pertengahan, yaitu Islam dan kaum Muslimin, dan dipadu dengan nafsu serakah untuk mengkoloni negara lain, alias membawa visi kolonialisme dan misi imperialisme.Hurgronje di Belantara Orientalis Belanda
Di antara para orientalis Belanda, tercatat nama-nama kenamaan seperti Hendrik Kraemer,de Goeje, Dozy, Wensinck, Meursinge, Houtsma, de Jong, de Boer; dan yang paling terkenal adalah Christian Snouck Hurgronje.
Nama Snouck Hurgronje bukan saja dikenal di Belanda, juga terkenal hingga ke SemenanjungArabia dan Indonesia, bahkan dunia. Selain dianggap sebagai lektor (tokoh otoritatif) Bahasa Arab setelah Goldziher, ia juga dianggap sebagai pelopor utama studi fikih Islam, ushul fikih dan hadits di Eropa. Ia juga “licik” selicin belut dalam melakukan penyamaran atau mata-mata (spionase) hingga menipu banyak pihak yang di kemudian hari merasa dirugikan. Namun sepak-terjangnya justru sangat menguntungkan penjajah Belanda yang “menampungnya” sebagai penasehat kerajaan urusan bangsa-bangsa Timur dan masalah-masalah hukum Islam, dan staff ahli pemerintah melalui VOC sebagai penasehat umum pegawai Indonesia dan penasehat khusus mengenai Aceh.
Snouck Hurgronje atau Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) lahir pada 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun semenjak kecil sudah diarahkan pada bidang teologi. Setamat di sekolah menengah, pada tahun 1875 ia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab. Lima tahun kemudian, ia tamat dengan predikat cumlaude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah).
Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidikan orientalisnya ke Mekkah, tahun 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekkah, Snouck kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi ‘Abdul Ghaffar.
Snouck Masuk Islam?
Asumsi (prejudice) dan bahkan polemik ini muncul karena kelihaian spionase Snouck hinggaberhasil menyusup masuk dan berkatifitas bebas di kota suci Mekkah. Di Mekkah ia menetap selama lima atau enam setengah bulan dengan nama samaran ‘Abdul Ghaffar dan berpakaian seperti layaknya seorang Muslim.
Di Mekkah, ia berhubungan dengan banyak pihak dan dari pelbagai kalangan yang mewakiliberagam kepentingan, mulai dari perwakilan Turki ‘Utsmani di Mekkah, Isma’il Aga (qadhi Jeddah), Mufti Mekkah Ahmad Zaini Dahlan, ‘Aziz bin Syekh al-Haddad, Habib ‘Abdur Rahman al-Zahir yang berambisi agar dijadikan Sultan aceh oleh Belanda, dan beberapa kyai Jawa lainnya.
Dari selubung “keIslaman palsunya”, Snouck bahkan dapat menikah dengan putri seorang kepala daerah di Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. Dari pernikahan ini ia memperoleh empat anak, yaitu Salamah, ‘Umar, Aminah dan Ibrahim. Pada akhir abad 19, ia kemudian menikah lagi dengan Siti Sadijah, putri khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.
Setelah jati diri, spionase dan dugaan kriminalnya dalam pembunuhan orang Prancis untuk mendapatkan benda ukiran terendus, akhirnya Hurgronje diusir dari Mekkah al-Mukarramah.
Tentang keIslamannya, Snouck pernah berkomentar ringin tanpa dosa:
“Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. “
Sosok Snouck yang Sebenarnya
Snouck adalah sosok yang “penuh warna”. Bagi Belanda, ia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh.
Bagi kaum orientalis, Snouck adalah sarjana yang berhasil. Tapi bagi rakyat Aceh, ia adalahpengkhianat yang tanpa tanding. Karena menurut penelitian terbaru diungkap bahwa peran Snouck sebagai orientalis hanyalah kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Ia juga dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.
Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda bagi kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat (baca: memandulkan peran) ulama untuk tidak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian wilayah Jawa dengan “memanjakan dan menina-bobokan” ulama.
Begitulah sosok licik Snouck Hurgronje yang dianggap kontroversial, namun jelas-jelas menorehkan luka yang tak terperihkan dan meninggalkan jejak berdarah berbau anyir, khususnya bagi kaum Muslimin Indonesia, terutama kaum Muslimin Aceh.
Pelajaran dari Snouck
Tidak “banyak” pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari “Jejak Berdarah Christiaan Snouck Hurgronje” kecuali hal-hal berikut:
• Mewaspadai gerakan orientalis zindiqyang pura-pura masuk Islam yang menyelubungi diri mereka dengan sifat kemunafikan.
• Menyadari sepenuhnya bahwa orientalisme adalah sebuah gerakan masif yang memiliki banyak dimensi, termasuk dimensi perusakan terhadap Islam, fanatik terhadap agama sendiri, kolonialisme dan imperialisme.
• Jangan belajar Islam dari para orientalis. Maka sangat aneh ketika akhir-akhir ini banyak mahasiswa dan intelektual muda Muslim yang belajar Islam di Universitas Leiden, bahkan dengan bangga berguru kepada mereka yang “jelas-jelas” merusak Islam.
Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari orang-orang zindiq seperti Snouck Hurgronje dan orang-orang munafik yang memperlancar usahanya dalam memberangus Islam dan kaum Muslimin. Amin…
Di antara para orientalis Belanda, tercatat nama-nama kenamaan seperti Hendrik Kraemer,de Goeje, Dozy, Wensinck, Meursinge, Houtsma, de Jong, de Boer; dan yang paling terkenal adalah Christian Snouck Hurgronje.
Nama Snouck Hurgronje bukan saja dikenal di Belanda, juga terkenal hingga ke SemenanjungArabia dan Indonesia, bahkan dunia. Selain dianggap sebagai lektor (tokoh otoritatif) Bahasa Arab setelah Goldziher, ia juga dianggap sebagai pelopor utama studi fikih Islam, ushul fikih dan hadits di Eropa. Ia juga “licik” selicin belut dalam melakukan penyamaran atau mata-mata (spionase) hingga menipu banyak pihak yang di kemudian hari merasa dirugikan. Namun sepak-terjangnya justru sangat menguntungkan penjajah Belanda yang “menampungnya” sebagai penasehat kerajaan urusan bangsa-bangsa Timur dan masalah-masalah hukum Islam, dan staff ahli pemerintah melalui VOC sebagai penasehat umum pegawai Indonesia dan penasehat khusus mengenai Aceh.
Snouck Hurgronje atau Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) lahir pada 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun semenjak kecil sudah diarahkan pada bidang teologi. Setamat di sekolah menengah, pada tahun 1875 ia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab. Lima tahun kemudian, ia tamat dengan predikat cumlaude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah).
Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidikan orientalisnya ke Mekkah, tahun 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekkah, Snouck kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi ‘Abdul Ghaffar.
Snouck Masuk Islam?
Asumsi (prejudice) dan bahkan polemik ini muncul karena kelihaian spionase Snouck hinggaberhasil menyusup masuk dan berkatifitas bebas di kota suci Mekkah. Di Mekkah ia menetap selama lima atau enam setengah bulan dengan nama samaran ‘Abdul Ghaffar dan berpakaian seperti layaknya seorang Muslim.
Di Mekkah, ia berhubungan dengan banyak pihak dan dari pelbagai kalangan yang mewakiliberagam kepentingan, mulai dari perwakilan Turki ‘Utsmani di Mekkah, Isma’il Aga (qadhi Jeddah), Mufti Mekkah Ahmad Zaini Dahlan, ‘Aziz bin Syekh al-Haddad, Habib ‘Abdur Rahman al-Zahir yang berambisi agar dijadikan Sultan aceh oleh Belanda, dan beberapa kyai Jawa lainnya.
Dari selubung “keIslaman palsunya”, Snouck bahkan dapat menikah dengan putri seorang kepala daerah di Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. Dari pernikahan ini ia memperoleh empat anak, yaitu Salamah, ‘Umar, Aminah dan Ibrahim. Pada akhir abad 19, ia kemudian menikah lagi dengan Siti Sadijah, putri khalifah Apo, seorang ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.
Setelah jati diri, spionase dan dugaan kriminalnya dalam pembunuhan orang Prancis untuk mendapatkan benda ukiran terendus, akhirnya Hurgronje diusir dari Mekkah al-Mukarramah.
Tentang keIslamannya, Snouck pernah berkomentar ringin tanpa dosa:
“Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. “
Sosok Snouck yang Sebenarnya
Snouck adalah sosok yang “penuh warna”. Bagi Belanda, ia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh.
Bagi kaum orientalis, Snouck adalah sarjana yang berhasil. Tapi bagi rakyat Aceh, ia adalahpengkhianat yang tanpa tanding. Karena menurut penelitian terbaru diungkap bahwa peran Snouck sebagai orientalis hanyalah kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Ia juga dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.
Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda bagi kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat (baca: memandulkan peran) ulama untuk tidak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian wilayah Jawa dengan “memanjakan dan menina-bobokan” ulama.
Begitulah sosok licik Snouck Hurgronje yang dianggap kontroversial, namun jelas-jelas menorehkan luka yang tak terperihkan dan meninggalkan jejak berdarah berbau anyir, khususnya bagi kaum Muslimin Indonesia, terutama kaum Muslimin Aceh.
Pelajaran dari Snouck
Tidak “banyak” pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari “Jejak Berdarah Christiaan Snouck Hurgronje” kecuali hal-hal berikut:
• Mewaspadai gerakan orientalis zindiqyang pura-pura masuk Islam yang menyelubungi diri mereka dengan sifat kemunafikan.
• Menyadari sepenuhnya bahwa orientalisme adalah sebuah gerakan masif yang memiliki banyak dimensi, termasuk dimensi perusakan terhadap Islam, fanatik terhadap agama sendiri, kolonialisme dan imperialisme.
• Jangan belajar Islam dari para orientalis. Maka sangat aneh ketika akhir-akhir ini banyak mahasiswa dan intelektual muda Muslim yang belajar Islam di Universitas Leiden, bahkan dengan bangga berguru kepada mereka yang “jelas-jelas” merusak Islam.
Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari orang-orang zindiq seperti Snouck Hurgronje dan orang-orang munafik yang memperlancar usahanya dalam memberangus Islam dan kaum Muslimin. Amin…
0 komentar:
:k1 :k2 :k3 :k4 :k5 :k6 :k7 :k8 :k9 :a1 :a2 :a3 :a4 :a5 :a6 :a7 :a8 :a9 .
Posting Komentar